Kamis, 09 Februari 2012

PD II

Berakhirnya Perang Dunia II pada bulan Agustus 1945, tidak berarti berakhir pula situasi permusuhan di antara bangsa-bangsa di dunia dan tercipta perdamaian dan keamanan. Ternyata di beberapa pelosok dunia, terutama di belahan bumi Asia Afrika, masih ada masalah dan muncul masalah baru yang mengakibatkan permusuhan yang terus berlangsung, bahkan pada tingkat perang terbuka, seperti di Jazirah Korea, Indo Cina, Palestina, Afrika Selatan, Afrika Utara.
  
    Masalah-masalah tersebut sebagian disebabkan oleh lahirnya dua blok kekuatan yang bertentangan secara ideologi maupun kepentingan, yaitu Blok Barat dan Blok Timur. Blok Barat dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur dipimpin oleh Uni Sovyet. Tiap-tiap blok berusaha menarik negara-negara di Asia dan Afrika agar menjadi pendukung mereka. Hal ini mengakibatkan tetap hidupnya dan bahkan tumbuhnya suasana permusuhan yang terselubung di antara kedua blok itu dan pendukungnya. Suasana permusuhan tersebut dikenal dengan sebutan "perang dingin".
  
    Timbulnya pergolakan dunia disebabkan pula oleh masih adanya penjajahan di bumi kita ini, terutama di belahan Asia dan Afrika. Memang sebelum tahun 1945, pada umumnya benua Asia dan Afrika merupakan daerah jajahan bangsa Barat dalam aneka bentuk. Tetapi sej ak tahun 1945, banyak daerah di Asia Afrika menjadi negara merdeka dan banyak pula yang masih berjuang bagi kemerdekaan negara dan bangsa mereka seperti Aljazair, Tunisia, dan Maroko di wilayah Afrika Utara; Vietnam di Indo Cina; dan di ujung selatan Afrika. Beberapa negara Asia Afrika yeng telah merdeka pun masih banyak yang menghadapi masalah-masalah sisa penjajahan seperti Indonesia tentang Irian Barat, India dan Pakistan tentang Kashmir, negara-negara Arab tentang Palestina. Sebagian bangsa Arab-Palestina terpaksa mengungsi, karena tanah air mereka diduduki secara paksa oleh pasukan Israel yang dibantu oleh Amerika Serikat.
 Sementara itu bangsa-bangsa di dunia, terutama bangsa-bangsa Asia Afrika, sedang dilanda kekhawatiran akibat makin dikembangkannya pembuatan senjata nuklir yang bisa memusnahkan umat manusia. Situasi dalam negeri dibeberapa negara Asia Afrika yang telah merdeka pun masih terjadi konflik antar kelompok masyarakat sebagai akibat masa penjajahan (politik devide et impera) dan perang dingin antar blok dunia tersebut.

    Walaupun pada masa itu telah ada badan internasional yaitu Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berfungsi menangani masalah¬masalah dunia, namun nyatanya badan ini belum berhasil menyelesaikan persoalan tersebut. Sedangkan kenyataannya, akibat yang ditimbulkan oleh masalah-masalah ini, sebagaian besar diderita oleh bangsa-bangsa di Asia Afrika. Keadaan itulah yang melatarbelakangi lahirnya gagasan untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika.
3.2 Lahirnya Ide Konferensi
    Keterangan Pemerintah Indonesia tentang politik luar negeri yang disampaikan oleh Perdana Menteri Mr. Ali Sastroamidjojo, di depan parlemen pada tanggal 25 Agustus 1953, menyatakan "Kerja sama dalam golongan negara-negara Asia Arab (Afrika) kami pandang penting benar, karena kami yakin, bahwa kerja sama erat antara negara-negara tersebut tentulah akan memperkuat usaha ke arah tercapainya perdamaian dunia yang kekal. Kerja sama antara negara-negara Asia Afrika tersebut adalah sesuai benar dengan aturan-aturan dalam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang menyenangi kerja sama kedaerahan (regional arrangements). Lain dari itu negara¬negara itu pada umumnya memang mempunyai pendirian-pendirian yang sama dalam beberapa soal di lapangan internasional, jadi mempunyai dasar sama (commonground) untuk mengadakan golongan yang khusus. Dari sebab itu kerja sama tersebut akan kami lanjutkan dan pererat". Bunyi pernyataan tersebut mencerminkan ide dan kehendak Pemerintah Indonesia untuk mempererat kerja sama di antara negara¬negara Asia Afrika.

    Pada awal tahun 1954, Perdana Menteri Ceylon (Srilanka) Sir John Kotelawala mengundang para Perdana Menteri dari Birma (U Nu), India (Jawaharlal Nehru), Indonesia (Ali Sastroamidjojo), dan Pakistan (Mohammed Ali) dengan maksud mengadakan suatu pertemuan infor¬mal di negaranya. Undangan tersebut diterima baik oleh semua pimpinan pemerintah negara yang diundang. Pertemuan yang kemudian disebut Konferensi Kolombo itu dilaksanakan pada tanggal 28 April sampai dengan 2 Mei 1954. Konferensi ini membicarakan masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama.

Yang menarik perhatian para peserta konferensi, diantaranya pertanyaan yang diajukan oleh Perdana Menteri Indonesia
"Where do we stand now, we the peoples ofAsia, in this world of ours to day?" ("Dimana sekarang kita berdiri, bangsa Asia sedang berada di tengah-tengah persaingan dunia?"),

kemudian pertanyaan itu dijawab sendiri dengan menyatakan
"We have now indeed arrived at the cross-roads of the history of mankind. It is therefore that we Prime Ministers of five Asian countries are meeting here to discuss those crucial problems of the peoples we represent. There are the very problems which urge Indonesia to propose that another conference be convened wider in scope, between the African andAsian nations. Iam convinced that the problems are not only convened to the Asian countries represented here but also are of equal importance to the African and other Asian countries".
("Kita sekarang berada dipersimpangan jalan sejarah umat manusia. Oleh karena itu kita lima Perdana Menteri negara-negara Asia bertemu di sini untuk membicarakan masalah-masalah yang krusial yang sedang dihadapi oleh masyarakat yang kita wakili. Ada beberapa hal yang mendorong Indonesia mengajukan usulan untuk mengadakan pertemuan lain yang lebih luas, antara negara-negara Afrika dan Asia. Saya percaya bahwa masalah-masalah itu tidak hanya terjadi di negara-negara Asia yang terwakili di sini, tetapi juga sama pentingnya bagi negara-negara di Afrika dan Asia lainnya").

Tidak ada komentar:

Posting Komentar